Senin, 04 Maret 2013
VOC (Vereenigde Oostindisce Compagnie)
VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 merupakan
perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Tujuannya ialah untuk menguasai perdagangan di Indonesia dengan sendirinya
membangkitkan perlawanan pribumi yang merasa langsung terancam kepentingannya.
Selain itu juga untuk menjalankan politik perdagangan rempah-rempah di
Nusantara. Sistem monopoli perdagangan bertentangan dengan sistem tradisional
yang berlaku, lagi pula tindakan-tindakan dengan paksaan dan kekerasan menambah
kuat sikap permusuhan.
Pimpinan VOC ini terdiri atas tujuh belas anggota, maka
bisa disebut dengan Heeren Zeventien.
Pelayaran pertama yang dilakukan ialah mengunjungi Banten dan berlayar kembali
lewat Selat Bali, sedangkan angkatan kedua dapat mencapai Maluku dan disitulah
pertama kali dilakukan pembelian rempah-rempah. Pada angkatan ketiga mereka
telah melakukan penyerangan terhadap benteng Portugis di Ambon akan tetapi
mereka gagal. Akhirnya mereka mendirikan benteng sendiri yang diberinama dengan
benteng Afar, saat itu juga mereka telah membuat kontrak dengan pribumi
mengenai jual-beli rempah-rempah. Sedangkan angkatan kelima lebih berhasil
dibanding dengan angkatan keempat, karena telah dilakukan pembukaan perdagangan
dengan Banten, Banda, dan Ternate, namun gagal merebut benteng Portugis di
Tidore.
Kecuali persaingan untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah, konfrontasi dengan Portugis tidak dapat dielakkan, karena ini
juga merupakan kelanjutan permusuhan di Eropa. Permusuhan ini bertambah kuat karena
kehadiran Belanda mendorong umat islam untuk lebih memperkokoh persatuan untuk
menghadapinya.
Semakin gencarnya agresi VOC, membuat Mozambique dan Goa
diserang, benteng Portugis Victoria direbut, Tidore mulai memihak Belanda.
Angkatan ketiga menyerang benteng Ternate namun gagal dan hanya berhasil
menduduki Ternate bagian utara. Kemudian Angkatan keempat menyerang Banda dan
mendirikan benteng Nassau di Bandaneira tahun 1607. Jatuhnya benteng di Solor
pada tahun 1613 ke tangan Belanda, membuat Portugis akhirnya kehilangan
pengaruhnya di Nusa Tenggara.
Belanda beranggapan bahwa jaringan perdagangan di
Indonesia bagian barat, dapat disimpulkan fungsi suatu tempat sebagai pusat
pemasaran yang strategis dan sangat penting, dibuktikan dengan kedudukan
Malaka, Johor, dan Banten. Alternatifnya ialah Malaka, Johor, dan Jakarta,
akhirnya Jakarta yang dipilihnya. Pada waktu itu mengapa Jakarta terpilih yaitu
karena Jakarta terletak didaerah yang kedudukannya paling lemah, sedangkan
Malaka masih berada ditangan Portugis, selain itu juga menjadi sasaran serangan
Aceh.
Ketika VOC memulai kegiatannya di Indonesia yang
dihadapinya ialah suatu perdagangan internasinal dengan sistem terbuka. Peraturan
jual-beli, proses penawaran, penawaran, penentuan harga semuanya telah
mengikuti pola atau sistem yang telah berlaku lama. Perdagangan rempah-rempah
menempati kedudukan yang utama, tidak terpisah juga dari perdagangan beras,
sagu, kain, dan bahan komoditi lainnya. Bahan kain didatangkan oleh pedagang
dari Gujarat dan Benggali, sedangkan bahan makanan pokok seperti beras dipegang
oleh pedagang Jawa.
Jaringan transportasi dan transaksi komoditi tersebut
dengan teknologi navigasi dari zaman itu maka dua basis pemusatan perdagangan
dan pelayaran ternyata mempunyai fungsi yang strategis. Garis Malaka-Maluku
secara struktural merupakan sistem yang berfungsi secara optimal. Dengan itu
tumbuhlah subsistem-subsistem dengan pusat-pusat kecil sebagai pendukung. Untuk
menghadapi sistem itu, VOC dalam usahanya menguasai perdagangan rempah-rampah,
menduduki dua basis itu, Maluku dahulu kemudian baru Malaka. Selain itu mereka
juga telah menentukan alternatif lain sebagai pengganti Malaka yaitu Batavia.
Pada awalnya VOC
mengalami kesulitan dalam usahanya menerobos sistem perdagangan yang berlaku.
Dengan kontrak-kontrak hendak diperoleh monpoli namun selama tidak ada dukungan
politik tidak dapat pelaksanaannya. Jalan radikal untuk merebut monopoli ialah
dengan melarang semua pengangkutan barang dagangan Portugis dengan kapal
pribumi, semua ekspor rempah dihentikan, bahkan pohon-pohon pala dan cengkeh
ditebangi. Selain itu juga Portugis menyarankan agar masyarakat pribumi yaitu
orang pribumi harus menukarkan rempah-rempah dengan bahan pakaian dan makanan.
Pertimbangan lain politik radikal ialah untuk
mengendalikan dan membatasi perdagangan Asia, namun hal tersebut pada kelemahan
angkutan VOC yang serba kekurangan awak kapal, amunisi, sehingga tidak bisa
mengawasi dan memberlakukan sanksinya. Pembelian rempah-rempah dengan mata uang
logam ternyata merugikan VOC, rakyat menabung hasil penjualannya dan uang
tabungannya itu untuk membeli bahan makanan dan pakaian. Keuntungan VOC
diperoleh dari penjualan makanan itu. Cara lain yang digunakan ialah dengan
memblokir Selat Malaka dan perdagangan Portugis, hal ini akan menguntungkan
bangsa lainnya seperti pedagang Jawa, Gujarat yang bebas dari persaingan
Portugis, mereka dapat bergerak dengan leluasa. Kapasitas VOC masih sangat
terbatas.
Di
Kepulauan Banda akhirnya VOC memperlihatkan politik kekerasan. Bertentangan
dengan perikemanusiaan apabila rakyat dihukum dengan memblokade pemasukan bahan
makanan dan komoditi lain. Penentuan harga sepihak oleh VOC bertentangan dengan
kebiasaan yang berlaku, antara lain yaitu kesempatan untuk tawar menawar. Politik
VOC ternyata tidak menjamin mendapat keuntungan yang besar, malahan sebaliknya
yaitu pada awal VOC beroperasi pasaran rempah-rempah yang membanjir sehingga merosotkan
harga penjualan disana. Pada pertengahan abad XVII politik VOC di Banda
mengakibatkan kemerosotan produksi rempah-rempah sehingga sangat menyusut
volume perdagangannya.
Untuk
memghadapi faktor-faktor tersebut maka VOC berusaha untuk mengalihkan kegiatan
perdagangannya ke komoditi di Asia yang disebut haalhandel. Selain itu VOC juga menarik perdagangan pribumi dan
bangsa Asia ke pusat-pusat yang dikuasainya, seperti Batavia dan Ambon dengan
tujuan untuk menarik pajak dan keuntungan lainnya.
Portugis
meninggalkan Maluku dan Nusa Tenggara pada tahun 1613 karena kemenagan
berturut-turut diperoleh oleh Belanda. Bangsa Inggris tidak berkesempatan
berekspansi dalam operasinya di Indonesia dan akhirnya tinggal suatu loji di
Banten. Tiga kekuasaan yang masih perlu dihadapi yaitu Makassar, Aceh, dan
Mataram. VOC mempunyai kesibukkan memperkokoh basis-basisnya dan mendesak
saingan-saingannya, ketiga pusat kekuasaannya itu leluasa menjalankan
konsolidasinya.
Penetrasi
VOC dalam jaringan perdagangan di Indonesia membawa konflik-konflik dengan
pusat-pusat perdagangan yang memegang peranan penting. Yang menjadi urat nadi
dalam sistem itu ialah perdagangan beras dan bahan makanan yang dipegang oleh
pedagang Jawa. Sejak kuno rempah-rempah datang dari Maluku, beras serta
komoditi lain diangkut kembali. Akhirnya perdagangan itu membawa hubungan erat,
terutama dalam proses islamisasi daerah, selain itu perlawanan terhadap
penetrasi bangsa barat yang dibarengi dengan proses Kristianisasi.
Kehadiran
VOC dan kegiatan monopolistis yang hendak dijalankan secara langsung membahayakan
kedudukan Gresik, Surabaya dan kota-kota pesisir lainnya di Jawa Timur. Sejak
tahun 1602 sejak ketika Belanda mulai membangun basisnya di Ambon dan Banda,
Gresik merasakan akibatnya merasakan menurunnya aliran rempah-rempah ke
pasaran. Begitu pula saat VOC berusaha menghalangi dan mungkin menghentikan perdagannya
dengan Malaka, merupakan pukulan yang hebat untuk Gresik.
Gresik
dan Surabaya memperkuat diri untuk menghadapi ancamannya dengan mengadakan
aliansi dengan pihak-pihak lain. Kedudukan kuat Gresik dan Surabaya tidak tidak
semata-mata karena peranan perdagangan tetapi juga karena pengaruhnya dalam
keagamaan. Seperti halnya yang dianggap sebagai pemuka Islam yang tersohor di
seluruh Nusantara yakni Panembahan Giri, mempunyai pengaruh yang sangat besar
di kepulauan rempah-rempah ini. Hubungannya sangat erat penguasa Giri dengan
Ambon dan Banda, khususnya rakyat Banda yang memperoleh perlindungan dalam
menghadapi penetrasi VOC pada tahun 1622.
Perdagangan
beras yang harganya jauh lebih rendah dibanding pasaran lain yakni di Jepara,
maka secara otomatis menarik pedagang dari segala penjuru. Yang menarik lainnya
ialah bahan makanan lain yang melimpah seperti minyak kelapa, ikan, ayam, dan
ternak lainnya. Namun, disamping itu ada faktor penghambat yang ada di Jepara,
yaitu pelabuhannya pada tengah musim barat kurang memberikan perlindugan kepada
kapal yang berlabuh.
Tetangga
terdekat dari basis VOC di Batavia yakni Banten segera mengalami kemunduran yang
disebabkan oleh politik monopoli VOC. Sebelum Ambon dan Banda diblokade oleh
Belanda, hubungan Banten dan Malaka sangat baik, rempah-rempah dan lada diambil
di Banten, dan bahan pakaian dijual ditempat itu oleh Portugis. Namun saat
Belanda memblokade Ambon dan Banda, perdagangan rempah-rempah menyusut sekali
dan permintaan bahan pakaian sangat terbatas.
Pada
awal abad ke XVII penetrasi VOC dalam jaringan perdagangan Indonesia menghadapi
juga persaingan, kalau bukan perlawanan dari pedagang non Asia seperti,
Gujarat, Keling, Benggali, dan Cina. Komoditi yang mereka kuasai ternyata
mempunyai nilai tukar tinggi di Indonesia dan sangat menguntungkan melebihi
perdagangan rempah-rempahnya. Keduanya terjalin erat satu sama lain sehingga
politik monopoli VOC dalam rempah-rempah harus diperluas mencakup komoditi dari
perdagangan Asia.
Daerah perdagangan yang meliputi wilayah dari
Surat sampai Deshima, VOC beroperasi dengan angkatan kapal dagang yang
bertambah besar sejajar dengan perluasan perdagangannya. Kapal-kapal tersebut
ada yang berhenti di Batavia sambil menunggu keberangkatannya kembali ke
Nederland.
Pada
tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan. Sebabnya ialah VOC mengalami kesulitan
keuangan, VOC banyak mengeluarkan biaya perang, banyak pegawai VOC yang
korupsi, banyak prajurit VOC yang mati akibat perlawanan rakyat.
Sumber Bacaan:
Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, dari Emporium sampai Imperium Jilid 1. Karya
Sartono Kartodirdjo. Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta. Tahun 1988.
Langganan:
Postingan (Atom)